BERANGKAT MENUJU TUHAN
berangkat menuju tuhan
man Arafa Nafsahu Fa Qad Arafa Rabbahu
Mungkin kita pernah mendengar dan tahu tentang hadist Rasulullah SAW “man arafa nafsahu, arafa robbahu” artinya: “siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya”. Hadist ini adalah isyarat untuk seluruh umat manusia bahwa ketika manusia mengenal dirinya maka ia akan mengenal Rabb-nya. Secara eksplisit dalam kehidupan muslim, tidak mengherankan jika ada kajian khusus tentang sifat-sifat Allah SWT. Kajian makrifatullah ini biasa dilakukan seorang atau bahkan sekelompok muslim yang sadar akan hikmah penciptaannya di cosmos. Tujuan dari kajian tersebut adalah untuk mengenal Tuhan Allah secara kholistik dan tanpa jarak dari apa yang telah ada yang diadakan-Nya. Eksistensi-Nya menjadikan manusia selalu bertanya-tanya, akan mendapat jawaban rigit apabila seorang muslim bisa menembus batas wilayah akal kepada wilayah wahyu Allah dengan makrifatullah. Orang yang disayangi dan dikasihi Tuhan akan sadar bahwa kehidupannya hanyalah kesenangan yang memperdaya sesuai dengan bunyi Al-Quran Surat Ali-Imran ayat 185. Sehingga kenal dengan Tuhan akan membuktikan bahwa manusia sadar betapa singkatnya kehidupan yang fana, dan sadar akan berakhirnya segala ketiadaan ini.
Kesadaran kholistik akan Tuhan memang menjadikan manusia sebagaiinsan kamil dihadapan-Nya. Dihadapan Allah manusia hanyalah abid dan Dia adalah ma’bud, namun walaupun demikian Tuhan juga memberikan tugas kepada manusia untuk menjadi khalifah dipermukaan bumi (A-Baqarah: 30). Kekhalifahan manusia akan menjadikan ia sebagai manusia yang diberikan Tuhan kebebasan terbatas untuk melestarikan bumi dari Barat ke Timur dan Selatan ke Utara. Kebebasan yang terbatas ini menjadikan manusia faham dan sadar bahwa mengekploitasi akal fikiran secara Revolusioner adalah sangat bermakna. Dr. Ali-Syari’ati dalam bukunya yang berjudul Ummah dan Imammah menjelaskan bahwa ada dua prinsip yang mengandung makna Revolusioner untuk membuka ufuk mata luas didepan mata kita. Pertama, suatu transformasi menuju pencapaian kesempurnaan-kesempurnaan yang mutlak; Kedua, perjalanan tanpa henti menciptakan nilai-nilai tertinggi. Prinsip ini bermakna yakni “ingatlah bahwasanya kepada Allah jualah kembalinya semua urusan” (Al-Syura: 53); “kepada Allah-lah tempat kembali” (Ali-Imran) dan “sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita kembali” (Fathir: 18). Kemudian Dr. Ali-Syari’ati menjelaskan bahwa apa yang dimaksud dengan “Allah” itu? Tak lain adalah Kesempurnaan mutlak, keabadian, kekekalan, ilmu, penemuan, kesadaran, keindahan, kemampuan, kebaikan, perwujudan, kemaafan, kelembutan, keadilan, dan keagungan, dalam pengertiannya yang mutlak, tanpa ujung dan tanpa batas. “berakhlaklah kamu sekalian dengan akhlak Allah” begitu Nabi berkata. Tujuan dan tempat kembali kita adalah “kepada Allah” dan bukan “ke dalam Allah” sebagiamana yang dikatakan para sufi penganut wihdah al-wujud. Tidak, ke dalam-Nya” tetapi “ kepada-Nya”.
Manusia Mengenal Dirinya
Mengenal Tuhan, manusia terlebih harus mengenal dirinya sebab manusia pada hakikatnya mempunyai kemiripan dengan Tuhannya. Hal ini sebagaimana dikutip dalam buku Palgunadi T. Setiyawan “Daun Berserakan” yang disandurnya dariAl-Ghazali dalam bukunya yang terkenal “Kimia Kebahagian” Nabi SAW bersabda : ”Allah menciptakan manusia dalam kemiripan dengan diri-Nya sendiri”. Kemiripan ini dapat diartikan dengan sifat manusia yang sedikit mirip dengan Tuhan. Manusia mendengar, melihat dan bisa mengetahui sesuatu dalam kapasitasnya yang terbatas. Namun perbedaan fundamental terlihat bahwa Tuhan Allah Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Artinya manusia sempurna dalam keterbatasan dan sempurna dalam ketiadaan, tapi Tuhan sempurna dalam kesempurnaan yang wujud dan maha segala-galanya. Itulah contoh dimana keterbatasan manusia sebagai subjek yang tiada di cosmos yang fana. Upaya manusia untuk mengenal Tuhan dimulai dengan mengenal dirinya, dan bagaimanakah manusia mengenal dirinya? Jawabannya adalah dengan mengetahui potensi yang ada dalam dirinya.
Menurut Muhammad Muhyidin di dalam buku yang berjudul “hidup di bawah pusaran Al-Fhatihah” menjelaskan secara mendetail bahwa pada hakikatnya manusia itu mempunyai beberapa potensi dalam dirinya. Pertama, kekuatan binatang; dimana dengan kekuatan ini manusia bisa cenderung memenuhi kebutuhan biologisnya, Kedua kekuatan binatang buas; maka jangan heran ketika manusia suka memusuhi saudaranya sendiri dan tidak heran saling menumpahkan darah gara-gara suatu persoalan. Ketiga, kekuatan syaitan; dimana manusia juga suka melihat saudaranya menderita, sengsara, dan bahkan mengajak serta membujuk saudaranya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Keempat, kekuatan Tuhan. Kekuatan inilah yang disebut dengan kekuatan yang datangnya dari Tuhan. Percikan cahaya Tuhan yang hidup dalam setiap hati sanubari manusia. Apabila kekuatan Tuhan ini bisa dijaga maka manusia tersebut akan menjadi insan kamil disisi Allah. Bahwa Ali Bin Abi Thalib menjelaskan bahwa hati itu adalah rumah Tuhan dalam diri manusia. Maka hati adalah tempat Tuhan di dalam diri manusia. Sehingga kalau manusia cenderung kepada hati maka ia lebih mulia dari malaikat namun juga sebaliknya.
Lebih lanjut hal itu, dapat dilihat dari skema pembentukan jiwa manusia yang ditulis oleh Muhammah Muhyidin dalam bukunya “hidup dipusaran Al-Fatihah”. Muhyidin menjelaskan bahwa jiwa manusia dibentuk dari dua unsur yang berbeda, yaitu adalah Ruh-Ku dan tubuh, sehingga jadilah jiwa manusia. Al-Quran telah menyebutkan bahwa “Ruh-Ku” yakni Ruh Allah. Karena ruh tersebut bersifat suci, sedangkan tubuh adalah materi yang tersusun, dari partikel-partikel dan atom-atom. Jika menggunakan bahasa Cina, tubuh itu memiliki empat unsur: Tanah, api, air dan udara. Semuanya adalah materi dan sifatnya kotor. Dengan demikian jiwa dibentuk dari unsur yang suci dan kotor.
Maka dalam kehidupannya, manusia mempunyai kecenderungan kearah yang suci dan kearah yang kotor. Al-Quran juga menjelaskan bahwa jiwa manusia itu lebih hina dari pada seekor binatang apabila ia cenderung pada materi. Namun, manusia akan bisa melampaui seperti malaikat Jibril apabila ia cenderung pada Ruh. Tetapi di dalam jiwa juga terdapat tiga Fakultas yaitu adalah; perasaan, akal dan hati. Disebabkan manusia mempunyai dua kecenderungan maka perasaan, akal dan hati juga memiliki dua kecenderungan yang berbeda . Itulah yang disebut sebagai perasaan, akal dan hati yang positif dan perasaan, akal dan hati yang negatif. Ketiga unsur ini akan bersih apabila diarahkan pada bimbingan kesucian (Ruh Allah). Sebaliknya ketiga unsur tersebut akan kotor apabila bimbingannya diarahkan pada (tubuh, materi).
Manusia Mengenal Tuhan
Setiap langkah dan denyut nadi manusia, hakikatnya Tuhan telah hadir dalam dirinya. Kehadiran Tuhan dalam dirinya butuh kesadaran dan keikhlasan untuk berdialog dengan-Nya dengan bahasa-bahasa-Nya. Maka ucapan baik yang bersumber dari Allah, perbuatan yang baik bersumber dari Allah. Dan apakah ucapan dan perbuatan yang hina datang dari Allah juga?. Itu tidaklah demikian, sebab manusia diberikan kekebasan oleh Tuhan untuk menentukan hidupnya sendiri. Maka menurut pandangan dan pemahaman qadariah manusia pada dasarnya mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Qadariah sendiri berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar atau kadar Tuhan. Dalam istilah inggrisnya paham ini dikenal dengan nama free will dan free act.Walaupun terlihat ekstrim namun manusia bisa mengambil suatu pelajaran bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib manusia kalau manusia itu tidak mau merubahnya“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan mereka sendiri”(Al-Quran Surat Ar-Ra’d, 13: 11). Artinya yang baik datang dari yang Maha Baik namun yang buruk datang dari yang Maha Buruk (manusia).
Maka untuk mengenal Tuhan itu banyak cara. Tidak hanya mengenal potensi yang ada dalam dirinya namun merenungkan segala ciptaan-Nya adalah salah satu cara mengenal Tuhan. Islam menjelaskan tentang kebesaran atau bukti-bukti kebesaran Allah dalam Al-Quran secara komunal yang terdapat di dalam banyak ayat. Allah-lah menciptakan jagat raya ini dan seisinya. Salah satu tanda kebesarannya,”Lalu diciptakannya tujuh lapis langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudianlangit yang dekat dengan bumi kami hiasi dengan bintang-bintang dan (kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan Allah yang maha perkasa, maha mengetahui.” (Al-Quran Surat Fussilat, 41: 12).
Kemudian tidak hanya menciptakan langit dan bumi ini maka, “Dia menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) kemudian darinya Dia jadikan pasangannya dan Dia menurunkan delapan pasang hewan ternak untukmu. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang berbuat demikian itu adalah Allah Tuhan kamu, Tuhan yang memiliki kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapa kamu dapat dipalingkan?”(Al-Quran Surat Az-Zumar, 39: 6). Tidak hanya demikian, “Dialah yang memperlihatkan tanda-tanda kekuasaannya kepadamu dan menurunkan rezeki dari langit untukmu. Dan tidak lain yang mendapat pelajaran hanyalah orang-orang yang kembali (kepada Allah)” (Al-Quran Surat Gafir, 40: 13).Dan tidak hanya itu, bukti adanya Tuhanadalah sebagaimana“Dia memasukkan malam kedalam siang dan memasukkan siang kedalam malam dan menundukkan matahari dan bulan yang masing-masing beredar menurut waktu ditentukan. Yang berbuat demikian, milikNyalah segala kerajaan dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.”(Al-Quran Surat Fatir, 35: 13)
Bukti lainnya adalah Allah memegang nyawa seseorang pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur. Maka Dia Tuhan nyawa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda ( kebesaran ) Allah bagi kaum yang berfikir”.(Al-Quran Surat Az-Zumar, 39: 42).Itulah bukti bahwa Tuhan itu ada, maka daripada itu sebagai manusia yang penuh dengan kelemahan,manusia patut menyembah Allah Tuhan Yang Esa. Yang menciptakan langit dan bumi, jangan pernah beranggapan bahwa dunia ini ada untuk selamanya, keadaan sengsara dan bahagia hanyalah bersifat temporer. Ingat semua berakhir dengan kematian dan kematian itu mutlak dan rahasia Allah SWT. Jangan pernah berpikirdunia ini tidak ada yang mengawasi, karena kita semua tidak luput dari pengawasan yang Maha Kuasa.
Sehingga upaya manusia untuk menuju Tuhan (Tunggal) harus konsisten dan jangan parsial. Dan harus sesuai dengan keikhlasan hati seperti surat Al-Ikhlas 1-4 yang telah menjelaskan tentang keesaan Tuhan Allah. Keikhlasan hati untuk membunuh Tuhan Kecil yang selama ini membuat kesyirikan dalam hidup manusia harus diaktualisasikan. Sebab tidak ada Tuhan di dunia ini kecuali Allah. Sebagaimana Allah beriman dalam Surat Al-Hadid ayat 3: “Dialah yang awal dan yang akhir yang zhahir dan yang bhatin dan Dia mengetahui segala sesuatu”. Hal ini linier dengan kehidupan di bumi yang riil (ada) dan teratur (cosmos), tidak kacau (chaos), berarti ada yang menciptakannya dan Tuhan yang Tunggal, esa dan mutlak . Itulah Tuhan Allah seluruh manusia disegala tempat dan masa.
#GerakanPenyadaran